Wednesday, April 08, 2009

Surat Untuk Sahabat

Ingat tujuh setengah tahun yang lalu kita sebenarnya sudah dipertemukan???

Waktu itu kita masih memakai baju putih-biru, dengan berwajah polos menanggalkan baju merah-putihnya, memandang gedung putih-biru di salah satu sudut kota banjarbaru itu dengan pandangan polos seorang anak kecil yang merasa dirinya sudah beranjak dewasa. Waktu itu, kaki-kaki kecil kita masih lincah menginjak pedal sepeda agar bisa melaju kencang di jalan-jalan kota yang padat, atau sekedar berjejal dengan tetap tersenyum ceria berlari kencang melaju menuju angkutan-angkutan kota yang mungkin sekarang masih tetap setia menunggu anak-anak berseragam putih-biru lainnya. 

Di gedung biru-putih itu, yang pada akhirnya kita tau bahwa itu adalah jenjang berikutnya yang mesti kita lewati dalam dunia ilmu pengetahuan kita, masing-masing masih dalam jalannya untuk mereguk cerita anak-anak bau kencur yang masih sangat haus akan jati diri. Tangan kita belum pernah tertaut, senyum kita belum pernah berpaut, dan mata kita belum sempat bertemu. 

Tiga tahun memang bukan waktu yang singkat sebenarnya, tapi tidak ada satu peristiwapun yang akhirnya mempertemukan kita. Hanya cerita angin yang membawa namamu ketelingaku, dan hanya rasa penasaranku saja yang sering menggelitik ku untuk mencari sosok yang sering orang perbincangkan disudut-sudut ruang atau alam. Tapi saat itu tak ada satupun usahaku untuk mencari tau.

Tiga tahun berikutnya, setelah kita mereguk pengalaman putih-birunya dan mencoba untuk dewasa, kita kembali dipertemukan. Kota itu memang kota kecil, tapi tidak mustahil bila takdir tidak mempertemukan kita, kita juga tidak akan bertemu kembali bukan?? seragam fisik dan kehidupan kita juga bergati, warna putih-abu-abu sekarang harus kita kenakan, ceritanya pun harus segera kita tulis di kertas-kertas putih yang telah kita bawa sejak kita setuju dengan perjanjian yang diberikan kepada kita dirahim bunda.

Aku saat itu hanya mengenalmu sebagai orang yang pernah aku temukan di tahap sebelumnya. Belum ada kesadaran yang mengatakan itu adalah dia yang selama ini sosok yang sering angin ceritakan padaku dan kadang menggelitik telingaku, sosok itulah yang selama ini banyak orang-orang perbincangkan. Kesenioritasan sempat membuatku kalap dengan lingkungan sekitar, aku belum bisa menerima lingkungan baruku, lingkungan yang berubah 180 derajat dari sebelumnya. Mungkin itu yang membuat aku belum bisa melihat sosokmu.

Di tahun kedua setelah aku terbiasa dengan cerita putih abu-abuku, ternyata keadaan membawa kita untuk lebih dekat.

Ingat dihari pertama kita benar-benar berkenalan???
Aku meberikan kue-kue kecil dan sekotak susu titipan kakakmu??
Aku ingat ekspresimu saat itu, saat ini, saat cerita ini tertulis ada sesungging senyum kecil disudut bibirku. Aku tau waktu itu kamu bingung, dan hanya menerima titipan itu dengan muka bertanya-tanya. Setelah semua itu kau lahap, sebuah lemper, risoles, kue sus, hum..aku lupa kue apa tepatnya diplastik hitam itu, kau baru mengucapkan terimakasih kepadaku. Aku ingat, waktu itu aku dengan semena-mena menitip sampah bungkus makanan kepadamu, dan kamu hanya melengos pergi, kesal rupanya.

Sejak itu, karena waktu dan tempat semakin mendekatkan kita kedalam satu lingkup hubungan pertemanan yang pada cerita tengahnya ada kekaburan dalam tulisan tentang persahabatan kita berdua, hum.. mungkin tergerus oleh hujan hari-hari itu. 

Aku sibuk sendiri dengan semua hal tentang aku, begitu juga kamu.

Jenjang berikutnya, dimana itulah tahun-tahun terakhir kita mengenakan putih-abu-abu, cerita tentang persahabatan kita lambat laun mulai tergores lagi. 

Seperti tidak ada dinding batas atas gender kita, semua hal kita saling share. Semuanya tanpa kecuali. Aku ingat kau menceritakan begitu banyaknya wanita yang pernah kamu taklukan hanya dengan perhatian sederhana, dan kamu putuskan hubungan itu atas dasar alasan bosan!.

Aku ingat kau menceritakan seseorang yang sebenarnya sampai detik kau menceritakan padaku itu, sangat kamu cintai, dan pada saat itu hingga sekarang mungkin tak bisa kau temui lagi, jujur aku disini masih berusaha mencarinya untukmu. Bukannya untuk menghancurkan kisah yang sekarang sedang kau jalin. Tapi, hanya untuk menyampaikan pesan hatimu waktu itu.

Aku ingat jalan-jalan yang pernah kita lalui, bercerita tentang hidup dan impian. Aku ingat teras itu, dimana kita biasanya melepas penat kehidupan putih-abu-abu kita. Aku ingat bangku-bangku ruangan itu yang pernah menyaksikan kita saling care tentang kehidupan kita yang sebenarnya rumit. Kamu mengerti aku lebih dari aku sendiri mengerti diriku. Menilai diriku apa adanya, baik buruknya aku tersampaikan, dan aku berusaha untuk terus memperbaikinya hingga saat ini. Aku ingat canda tawa dan ejekan yang sering keluar dari mulut-mulut kita, dan tak ada satupun yang melukai hati, karena kamu tau, dan aku juga tau.

Aku ingat perselisihan diantar kita juga sering terjadi, padahal hanya untuk hal sepele yang diujung maaf kita kembali tertawa. Aku ingat begitu paniknya kita, ketika kita tak bisa saling bicara. Aku tau sebenarnya ada rasa saling cemburu, mungkin hingga saat ini kita belum menyampaikan itu, tapi bukankah kita sudah memahami satu sama lain??

Aku ingat pada saat kau menceritakan dia, semua pertahanan ku sebenarnya runtuh. Ingat aku saat itu hanya diam, dan berikutnya setelah aku menyemangatimu untuk berjuang aku menangis sejadi-jadinya dimeja sahabatku yang lain. Aku tidak bisa menerima hal yang aku takutkan bisa menyingkirkanku dari hari-harimu yang selama ini hanya ada kita dan sahabat-sahabat kita. 

Aku ingat, perjuangan kita mengalahkan soal-soal perguruan tinggi yang pada akhirnya membuat otak kita keriting kayak mie, dan perjuangan kita itu hari ini mebuahkan hasil.

Aku ingat, dihari pengumuman penerimaan kita diperguruan tinggi. Kamu menelponku dan berbicara tanpa jeda, hatimu meletup-letup bahagia, lalu berhenti karena kamu sadar belum menanyakan hasil tes ku.Aku hanya mengucapkan "iya aku diterima juga". Dan kau kembali berbicara tanpa jeda, aku bingung melihatmu saat itu, seharusnya aku yang berekspresi seperti itu. Aku ingat kau bercerita, kamu telah berhasil tidak menyusahkan kedua orangtuamu, karena kamu sudah berhasil menentukan nasib pendidikanmu selanjutnya.

Aku ingat kamu tidak pernah mendukungku untuk melanjutkan kuliah di jogja, bahkan dengan sedikit ekstrimnya, kamu sedikit menyumpahiku agar tidak diterima di universitas di jogja. Tapi sayang doamu itu tidak terkabul, mungkin dengan cara aku diterima disini, aku bisa berjalan jauh menjauh dari dirimu.


Aku ingat hari-hari terakhir kita di sekolah itu, aku sadar kamu menjaga jarak dariku. Aku juga, mungkin agar nanti, jika aku tidak bersamamu lagi, aku sudah terbiasa. Sebenarnya aku ingin memperbaiki semuanya, semua kekecewaan yang kita buat.

Aku ingat, di malam sebelum hari keberangkatanku, kita masih berkirim pesan. Aku ingat kamu mengatakan "aku sayang kamu sahabatku". Well, sebenarnya kalau kamu tau, aku ingin membongkar semua barang-barang yang aku bawa. Aku ingin sekali mengatakan kepada kedua orangtuaku bahwa aku belum siap pergi. Tapi aku tau harapan yang dititipkan mereka kepadaku begitu besar, sehingga aku harus mengalahkan semua hal yang ada di hatiku. Bukan kah keberangkatan ini sebenarnya juga aku tunggu?? Bukannya aku juga sudah tidak bisa lagi menerima semua perubahan dirimu???

Aku ingat, kamu selalu mencela setiap cowo yang aku suka, kamu selalu meremehkan mereka, mencari kekurangan mereka, dan mengatakan sebenarnya mereka itu belum pantas buatku. Aku ingat kamu menceramahiku selayaknya seorang kakak laki-lakinya kepada adik perempuannya, agar tetap menjadi perempuan baik-baik yang jangan pernah bisa dipermainkan laki-laki. Aku ingat kamu mengajariku menjadi seorang cewe yang harus bisa menjalani dirinya dengan kodratnya, jujur hingga saat ini aku bingung untuk apa kamu mengajariku hal-hal itu.

Aku ingat dengan semua hal yang pernah kita janjikan, tetap seperti dulu, tetap berbagi, tetap bersahabat selamanya.

Kamu tau. akhir-akhir ini kita tak pernah berbagi lagi, kita seakan tak mengenal satu sama lain. Kamu tau sebenarnya aku kecewa, kita berdua sudah mengingkari semuanya.

Kamu tau, terakhir kita bertemu di bandara?? Sebenarnya aku ingin berlari memelukmu dan menangis sejadi-jadinya di pundakmu, aku waktu itu rapuh, begitu banyak hal yang mengujiku dan aku ingin ceritakan padamu. Aku ingin kamu menasehatiku seperti dulu lagi, aku ingin kamu mendengarkanku dan memberikan perlindungan layaknya seorang kakak kepada adiknya.

Aku ingin kita mempunyai waktu, duduk berdua, menceritakan semuanya yang terjadi setelah kita tak bersama lagi. Aku ingin kita tetap saling menjaga, saling percaya, saling terbuka seperti dulu.

Aku sayang kamu sahabatku, kehilangan sosokmu seperti saat ini tidak membuatku nyaman. Begitu banyak cerita yang akhirnya menguap bersama embun dipagi hari setelah matahari bersinar terik, banyak keluh kesah yang hanya tetap terkunci disini.

No comments:

Post a Comment

 
Designed by Lena Graphics by Elie Lash